Bos Grup Artha Graha, Tomy Winata alias Oe Suat Hong, kelahiran
Pontianak, 1958, salah seorang pengusaha sukses di negeri ini. TW,
panggilan akrabnya, dikenal akrab dengan kalangan militer. Dia seorang
yang ulet, memulai usahanya dari bawah, sejak remaja. Maklum, dia
yatim-piatu, miskin. Tapi, kini dia seorang konglomerat yang sukses
membangun imperium bisnis di bawah Grup Artha Graha.
Awalnya, 1972, pada usia 15 tahun, seseorang memperkenalkan TW kepada
komandan rayon militer di Kecamatan Singkawang, Kalimantan Barat.
Kemudian, buah perkenalan itu, TW dipercaya membangun kantor koramil di
Singkawang.
Sejak itulah hubungan bisnisnya dengan militer terus berlangsung,
terutama dengan beberapa perwira menengah dan tinggi. Dia sering
dipercaya mengerjakan proyek, mulai dari membangun barak, sekolah
tentara, menyalurkan barang-barang ke markas tentara di Irian Jaya dan
di tempat-tempat lain seperti Ujungpandang dan Ambon.
Keuletan dan kebersahajaan penampilannya yang jauh dari kesan mewah,
perlente, tampaknya membuat mitra bisnisnya lebih mempercayainya.
Sehingga dalam waktu sepuluh tahun, TW berhasil mengembangkan imperium
bisnisnya. Dia mendirikan PT Danayasa Arthatama (1989). Perusahaan
ini, bermitra dengan Yayasan Kartika Eka Paksi, milik Angkatan Darat,
membangun proyek raksasa Sudirman Central Business District (SCBD)
yang menelan investasi US$ 3,25 miliar, direncanakan rampung 2007.
Di samping bergerak di bidang properti, bisnis TW juga meliputi
perdagangan, konstruksi, perhotelan, perbankan, transportasi, dan
telekomunikasi. Imperium usahanya sekurangnya terdiri atas 16
perusahaan.
Pria berdarah Taiwan ini memiliki sejumlah kapal pesiar dan ikut
mengelola usaha pariwisata di Pulau Perantara dan Pulau Matahari di
Kepulauan Seribu. Dalam kaitan ini, pada Mei 2000, dalam suatu acara
dialog di sebuah stasiun televisi swasta bersama Presiden Abdurrahman
Wahid, ditenggarai di kapal pesiar dan Kepulauan Seribu itu ada judi
besar-besaran. Sehingga Gus Dur bereaksi: “Tangkap Tomy Winata.”
Tapi, saat pihak aparat, bahkan Komisi B (Bidang Pariwisata) DPRD DKI
Jakarta melakukan inspeksi mendadak ke pulau itu, tidak ditemukan
bukti sebagaimana yang dituduhkan Gus Dur. Ternyata, Pulau Ayer
dikelola Pusat Koperasi TNI Angkatan Laut, bekerjasama dengan PT
Global.
Namanya sering dikaitkan dengan mafia judi bersandi ‘Sembilan Naga’
yang beroperasi di berbagai negara, antara lain Indonesia, Malaysia,
Singapura, Hong Kong, dan Makao. Namun, sampai sekarang belum ada
bukti hukum yang menegaskan bahwa ia adalah raja judi. Bahkan, kepada
Majalah Forum, November 2001, TW menegaskan “Sejak dulu dan sampai
hari ini, tidak ada bisnis saya yang bergerak di bidang perjudian.
Semua usaha saya legal dan resmi.”
Orang-orang di sekitarnya juga malah menyebutnya sebagai “orang baik”
yang suka menolong kaum miskin. Sikapnya ramah dan terbuka.
Bicaranya lugas, humornya tinggi. Penampilannya jauh dari kesan
perlente. Jarang memakai jas dan dasi, laiknya konglomerat. Ayah lima
anak ini lebih suka memakai setelan safari lengan pendek berwarna
gelap.
Bisnis Benih Padi Hibrida
Belakangan Tommy Winata makin serius menggarap bisnis benih padi
hibrida. PT Sumber Alam Sutera (SAS), anak perusahaan kelompok usaha
Artha Graha, awal November 2006 menggandeng perusahaan China, Guo Hao
Seed Industry Co Ltd.
Kongsi ini akan menanamkan US$5 juta untuk membangun Pusat Studi Padi Hibrida (Hybrid Rice Research Center) di Indonesia yang ditargetkan beroperasi April 2007, bekerja sama dengan Badan Penelitian Padi (Balitpa) Departemen Pertanian. Penandatanganan nota kesepahaman terkait kerja sama antara PT SAS, Guo Hao, dan Balitpa, dilangsungkan Senin malam 13/11/2006, disaksikan Mentan Anton Apriyantonoyang dan dihadiri Tommy Winata.
Nota kesepahaman tersebut diteken oleh Presdir Sichuan Guo Hao Seed
Industry Co Ltd Jing Fusong, Presdir SAS Babay Chalimi, dan Kepala
Balitpa Achmad Suryana.
Pembangunan pusat studi padi hibrida ini direncanakan selesai dalam
enam bulan ke depan sehingga dapat digunakan untuk mengembangkan
sejumlah varietas padi hibrida asal China yang diharapkan bisa
meningkatkan produktivitas padi menjadi 8 ton-12 ton per hektare.
Presdir SAS Babay Chalimi mengatakan sampai sekarang belum ada pusat
penelitian padi hibrida di dalam negeri. Sedangkan China itu sudah
sangat berpengalaman di bidang ini. “Kami akan bangun Hybrid Rice
Research Center joint dengan China dengan dana investasi awal US$5
juta,” kata Babay.
0 coment:
Posting Komentar