Playboy adalah nama sebuah majalah dewasa yang terkenal dengan foto-foto wanita bugilnya. Diterbitkan pertama kalinya pada tahun 1953 di Amerika Serikat oleh Scientitts dan rekan rekannya di Amerika Serikat. Perusahaannya sendiri menjadi Playboy Enterprise Inc., dimana Playboy
tidak berhenti pada majalah saja, tetapi merambah keberbagai bentuk
media seperti: penerbitan, perijinan penggunaan nama Playboy komersil,
Playboy TV, dan hiburan.
Selain photo-photo sensual, Playboy juga memuat artikel mode, olahraga, barang-barang komersil, dan wawancara dengan tokoh tokoh ternama seperti: Bob Dylan, Michael Jordan, Bill Gates, dan Mohammad Ali. Playboy juga pernah melakukan wawancara fenomenal dengan Fidel Castro, Yasser Arafat, Moammar Khadafi dan Malcolm X. Selain itu, banyak penulis fiksi kawakan seperti: Margaret Atwood, Tom Clancy, Roald Dahl dan Arthur C. Clark mengontribusikan cerita pendek mereka di Playboy yang kemudian menjadi tulisan yang terkenal.
|
Sejarah Playboy Amerika
Nama majalah ini pada awalnya adalah "Stag Party" dan tidak mempunyai hubungan sama sekali dengan majalah outdoor "Stag" yang lebih dahulu terbit. Pemilik majalah Stag mengontak Hugh Hefner dan menginformasikan bahwa mereka akan melindungi nama majalah mereka melalui jalur hukum. Hefner dan Eldon Sellers,
yang kemudian menjadi wakil presiden eksekutif, lalu bertemu untuk
mendiskusikan nama baru. Ibu Sellers kebetulan pernah bekerja untuk
perusahaan mobil Playboy Automobile Company di Chicago. Perusahaan ini berumur pendek dan kemudian bangkrut. Sellers pun menyarankan agar majalah baru ini diberi nama Playboy.
Edisi perdananya yang terbit pada bulan Desember 1953
di Amerika, tidak mempunyai tanggal karena Hefner tidak yakin bisa
menerbitkan edisi kedua. Hefner tidak mempunyai cukup uang untuk
membayar model berpose di Playboy, jadi ia membayar hak cipta
photo-photo wanita cantik dari kalender untuk ditampilkan di majalahnya.
Photo kalender artis Marilyn Monroe
menjadi sampul majalah edisi perdana dan dengan cepat menjadi sensasi.
Majalah ini habis terjual dalam hitungan minggu. Sirkulasi pertamanya
mencapai 53,991 eksemplar dengan harga satuan 50 sen (dalam dollar
Amerika) [1] .
Playmate
Model yang berpose untuk majalah Playboy dikenal dengan nama "Playmate".
Pada awal awal penerbitan Playboy, pose pose Playmate yang ‘nakal’
disampaikan dengan halus dengan menggambarkan muka terkejut para model,
tertangkap basah sedang berganti pakaian atau keluar dari kamar mandi
dengan bagian bagian tertentu masih tertutup.
Sesuai dengan perkembangan zaman, pada tahun 1970-an dimana peran wanita berubah dan emansipasi sering kumandangkan, pose Playmate Playboy semakin berani dan menantang.
Tahun 1971 adalah edisi dimana untuk pertamakalinya Playboy menerbitkan foto Playmate, Liv Lindeland, dalam pose yang memperlihatkan rambut kelamin.
Foto-foto bugil di Playboy biasanya dianggap sebagai pornografi masih dikategorikan sebagai softcore, dibandingkan dengan penggunaan photo yang lebih hardcore eksplisit yang mengandung pornografi oleh majalah porno pesaing Playboy seperti Penthouse, yang mulai muncul di era 1970-an sebagai respon dari suksesnya Playboy.
Sebagai perbandingan, bayaran "Playmate Bulan Ini" pada tahun 1960–1963 adalah US$500, dan mulai tahun 1990 angkanya mencapai US$20,000. Untuk "Playmate Tahun Ini" pada tahun 1960–1963 bayarannya adalah US$500 plus bonus US$250 dan pada tahun 1982-1997 bayarannya mencapai US$100,000 dan sebuah mobil.
Edisi Playboy yang paling banyak terjual adalah edisi November 1972 dan terjual sebanyak 7.161.561 eksemplar dengan cover, Pam Rawling, photographer Rowland Scherman, dan gambar dengan menggunakan halaman terlipat dengan model Lena Soderberg.
Playboy kini diterbitkan di 20 negara (hingga Desember 2005) di seluruh dunia. Logo kepala kelinci
Playboy yang terkenal, baru muncul pada edisi kedua. Hefner berkata
bahwa kelinci dipilih untuk logo karena konotasi seksualnya yang menjadi
lelucon di masyarakat, juga karena kelinci terkenal nakal, serta
merupakan binatang favorit untuk diajak bermain.
Playmate Playboy dari Indonesia adalah Tiara Lestari
Pelarangan dan pembatasan
Di banyak negara Asia, termasuk RRC, Korea Selatan, India, Myanmar, Malaysia, Thailand, Taiwan, Singapura, dan Brunei, Playboy dilarang dijual maupun diedarkan. Selain itu, penjualan dan pengedarannya juga dilarang di hampir semua negara Islam di Asia dan Afrika, seperti Arab Saudi dan Pakistan. Namun demikian, majalah tersebut dijual di Hong Kong. Selain itu, Jepang menerbitkan edisinya sendiri yang, mengikuti hukum setempat, tidak menunjukkan gambar daerah kelamin modelnya. Australia, Hong Kong, dan Taiwan masing-masing pernah mempunyai versi setempat, namun kini tidak lagi diterbitkan.
Di Amerika Serikat, Playboy tidak dijual di sembarang toko. Di beberapa negara bagian, majalah ini hanya dijual di toko minuman keras; di tempat yang melarang toko minuman keras, biasanya Playboy juga dilarang. Di toko-toko buku di seluruh dunia, majalah Playboy dan terbitan untuk dewasa lainnya lazim ditempatkan di rak yang tinggi sehingga tidak dapat dijangkau oleh anak-anak.
Playboy edisi Indonesia
Edisi perdana Playboy dalam bahasa Indonesia terbit pada 7 April 2006. Pengelola Playboy Indonesia adalah [2] [3]:
- Erwin Arnada, Pemimpin Redaksi
- Ponti Corolus, Penerbit/Direktur PT. Velvet Silver Media
- Stephen Walangitang, Penerbit/Direktur PT. Velvet Silver Media.
Pada edisi perdananya, Playboy Indonesia memuat wawancara panjang dengan sastrawan Pramoedya Ananta Toer dalam rubrik Playboy Interview [4].
Artikel ini merupakan wawancara terakhir yang dilakukan media massa
dengan Pram yang meninggal dunia pada 30 April 2006, sekitar tiga pekan
setelah wawancaranya diterbitkan oleh Playboy.
Pembelian izin (lisensi) penerbitan Playboy Indonesia dikabarkan
mencapai 3 miliar rupiah. Model sampul Playboy edisi perdana adalah Andhara Early dan Playmate pertama Kartika Oktaviani Gunawan.
Menurut pemimpin redaksi Playboy Indonesia, majalah Playboy Indonesia
berbeda dari pendahulunya dimana isinya 70 persen adalah isi lokal [5].
Banyak ormas Islam dan perkumpulan masyarakat yang tidak setuju seperti KAPMI (Kesatuan Aksi Pemudi Muslim Indonesia) [6], MAPPI (Masyarakat Anti Pembajakan dan Pornografi Indonesia) [7]
yang menentang penerbitan majalah Playboy dan mendukung RUU Anti
Pornografi dan Pornoaksi disahkan. Koordinator Penyelidikan Ormas Islam FPI, Habib Alwi Usman, berkeras bahwa Majalah Playboy harus ditarik dari peredaran karena dalam bahasa betawi Playboy adalah bandot yang arti katanya berarti "lelaki yang merusak wanita dan anak-anak [8].
Beberapa minggu setelah penerbitannya, terkait dengan demonstrasi yang
mengarah kepada perusakan, polisi memanggil Erwin Arnada. Setelah
melalui pemeriksaan selama 6 jam, Erwin menyatakan penerbitan Playboy
edisi kedua ditangguhkan. Pihak kepolisian sendiri berkata bahwa
pernyataan ini berhubungan dengan masalah keamanan staf dan personel
yang bekerja untuk majalah Playboy, menimbang ancaman dan perusakan yang
terjadi. Polisi juga masih menyelidiki tuduhan yang dilayangkan oleh
pihak yang anti, apakah majalah Playboy benar benar melanggar undang
undang kesusilaan, pasal 282 KUHP, yang berlaku.
Setelah pernyataan ini, situs lelang ebay
asal Amerika Serikat mencatat penawaran untuk membeli Playboy Indonesia
edisi pertama mencapai US$101 padahal harga eceran majalah ini hanya
Rp. 39,000,- untuk daerah Jawa dan sekitarnya.
Setelah tidak terbit untuk edisi Mei 2006 akibat kontroversi dan ancaman yang merebak, Playboy Indonesia kembali terbit pada 7 Juni 2006. Kantor Playboy Indonesia pun pindah ke Bali setelah kantor di Jakarta beberapa kali dirusak oleh FPI
dan ormas-ormas lain yang menolak kehadiran Playboy di Indonesia.
Playboy edisi Juni 2006 tidak memiliki satu pun iklan di dalamnya, namun
pada setiap halaman yang seharusnya diisi iklan tertuliskan "Halaman
ini didedikasikan untuk klien-klien loyal kami yang menerima ancaman
karena memasang iklan di majalah kami." Dan kemudian tertuliskan jenis
iklan yang seharusnya tampil di halaman tersebut. (misalnya produk
rokok, produk telepon genggam, dst.)
Kontroversi Playboy Indonesia
Kontroversi Playboy Indonesia terjadi bahkan sebelum penerbitan
pertamanya. Kontroversi tereksploitasi karena waktu penerbitannya
bertepatan dengan maraknya pendapat pro dan kontra akan Rancangan Undang Undang Anti Pornografi dan Pornoaksi (RUU APP).
Pemerintah sendiri sejak dicabutnya Surat Ijin Penerbitan Pers
(SIUPP) UU No. 11/ 1966 dan mengacu pada UU Pers 40/1999 tentang
kebebasan pers, tidak bisa melarang terbitnya media apapun di Indonesia.
Pihak penerbit menyatakan bahwa isi edisi Indonesia akan berbeda dari
edisi aslinya. Setelah terbit, edisi perdana majalah tersebut tidak
memuat foto wanita telanjang, walaupun ada keraguan bahwa hal tersebut
akan bertahan pada edisi-edisi berikutnya.
Dampak Penerbitan Perdana Majalah Playboy Indonesia
Dari pihak konsumen, fenomena yang terjadi dengan terbitnya Playboy
secara resmi cukup menarik, pihak yang mendukung/ tidak menolak dan
pihak yang menentang sama sama kecewa. Pembeli merasa kecewa karena
isinya tidak sesuai dengan yang mereka harapkan. Mereka berharap isi
majalah Playboy Indonesia akan seprovokatif versi Amerika, dan ini tidak
terjadi. Pihak yang anti kecewa karena Playboy jadi terbit[9].
Di Jawa Tengah, organisasi masa yang mayoritas ormas
muslim mulai melakukan penyisiran pada penjual koran dan majalah.
Mereka melakukan perampasan majalah-majalah dan tabloid berorientasi
hiburan pria yang sejenis. Akibatnya masyarakat umum pun mulai kesulitan
untuk menemukan majalah ini, untuk menghindari keributan antara pihak
penjual dan ormas, Polisi pun mulai menyisir sendiri majalah dan tabloid
ini. Di daerah Depok Polisi tidak menemukan lagi majalah tersebut dan
sebagai gantinya polisi banyak menyita VCD
porno dan VCD bajakan lainnya. Tindakan penyitaan ini tidak saja
dilakukan dari tempat berjualan mereka tetapi juga dengan mendatangi
rumah penjual dan menyitanya dari rumah mereka. Di Maluku,
Majalah Playboy mendapat sambutan hangat, ini diakibatkan karena
keingintahuan masyarakat akan isi majalah yang ramai dibicarakan di
media. Tidak saja pria dewasa yang membelinya, bahkan ibu rumah tangga
dan anak anak. Banyak yang ingin membeli kehabisan karena kiriman stok
dari Jakarta terbatas [10].
Demonstrasi, Perusakan, dan Ancaman
Pada hari yang sama Playboy terbit ormas Front Pembela Islam
(FPI) mendatangi kantor Plaboy di Jl. T.B Simatupang dan melakukan
demonstrasi dengan melakukan, orasi, perusakan, dan pembakaran [11]. Pemilik gedung kantor Playboy, AAF (Aceh Asean Fertilizer), protes atas kerusakan yang ditimbulkan FPI dan meminta agar Playboy pindah demi keamanan penyewa lainnya [12]
Kantor majalah Playboy pindah ke gedung perkantoran Fatmawati Mas. Sebagai antisipasi untuk menghadapi demonstrasi dan pengrusakan, disini kantor Playboy dijaga oleh masyarakat Betawi sekitar. Poster poster bertuliskan "Silakan berdemo, asal jangan anarkis"
nampak jelas ditempelkan di depan kantor. Salah satu penjaga dari
komunitas Betawi ini menyatakan bahwa mereka akan menjaga keamanan
kompleks perkantoran ini dari pihak yang tidak bertanggung jawab. Bila
memang Playboy harus tutup, mereka ingin agar pemerintah yang
menentukan, dan menyatakan ketidak-setujuan akan segala tindakan main
hakim sendiri [13].
Model sampul Playboy Indonesia Andhara Early, dan Playmate Kartika Oktavini Gunawan, juga dilaporkan kepada Polisi atas dasar pornografi oleh Masyarakat Anti Pembajakan dan Pornografi Indonesia [14] [15]. Penyanyi dangdut yang terkenal akan goyangannya yang kontroversial, Inul Daratista, walaupun tidak pernah tampil di Majalah Playboy, didatangi puluhan orang yang berdemonstrasi ke rumahnya, di daerah Pondok Indah, Jakarta Selatan, pada tanggal 15 April 2006, hanya karena menyatakan bila ada tawaran untuk menjadi model majalah Playboy, ia bersedia [16].
Tersangka tindak pidana susila
Pada 29 Juni 2006, polisi menetapkan Pemimpin Redaksi Majalah Playboy Erwin Arnada, dan model majalah ini, yaitu Kartika Oktavina Gunawan dan Andhara Early, sebagai tersangka [17]. Setelah terbitnya Playboy edisi ke-2 dan ke-3, Fla Priscilla dan Julie Estelle kemudian juga ditetapkan sebagai tersangka.
Penetapan tersangka itu terkait laporan Masyarakat Anti Pembajakan
dan Pornografi Indonesia (MAPPI) dan FPI. Dalam laporan tersebut,
ketiganya dianggap telah melanggar pasal 282 KUHP tentang Tindak Pidana Susila.
0 coment:
Posting Komentar