21 November, 2012

Semar Pagulingan Banjar Binoh Kaja

Pelaksanaan Pesta Kesenian Bali (PKB XXXIII) kembali menghadirkan kesenian rekonstruksi, yang bertujuan untuk melestarikan kesenian yang sudah menjadi tradisi desa setempat. Salah satu yang ditampilkan dalam perhelatan seni budaya terbesar, Rabu (29/6) kemarin di kalangan Angsoka, tabuh Semar Pagulingan yang cukup memukau oleh Sekaa Pelegongan Banjar Binoh Kaja Desa Ubung Kaja. Selain menampilkan seni tabuh, sekaa juga menampilkan iringan tari Legong Semarandhana dan tari Legong Kanya Maya. Dari sinopsis pagelaran tersebut diketahui perkembangan awal gamelan palegongan Binoh berlangsung sekitar 1915 sampai 1925. Pelatih yang didatangkan ke Binoh untuk pertama kalinya adalah Ida Bagus Bode dari Kaliungu dan disusul I Wayan Lotering dari Kuta.

Penari Legong Kraton Binoh generasi pertama yang muncul saat itu adalah Ni Mintar (Men Pintu) dan Ni Sempok (Men Mudji). Para penabuh generasi pertama antara lain terdiri atas penabuh kendang Ruging dan Pan Sebut. Gender gede/rambat Wayan Rengga dan Nyoman Tunas, gender barangan Runeng dan Regeg. Dalam pementasan kali ini gamelan Semar Pagulingan dengan bernada 5. Selain mengiringi tarian Legong Kraton, gamelan tersebut juga mengiringi tarian Gambuh. Lagu-lagu disesuaikan dengan nada 5 atau laras pelog dengan perangkat gamelan terdiri dari atas satu tungguh terompong sebagai pembawa melodi, 2 gender gede, 2 barangan, 2 jublag, 2 jegog, 4 gangsa jongkok, 4 gangsa gantung, kempur, kemong, kajar, klenong, cenceng, gentorag, rebab, seperangkat suling, serta sepasang kendang (lanang wadon) yang fungsinya memimpin dinamika lagu.
 


Sekitar tahun 1967 perangkat gamelan klasik (palegongan) yang kini permanen berada di Banjar Binoh Kaja nyaris lenyap akibat pengaruh gong kebyar luar biasa. Namun berkat peran dan saran seniman muda ketika itu I Wayan Sinti, M.A., gamelan palegongan tersebut tetap dipertahankan menjadi Semara Pagulingan. Di samping menggarap penataan tabuh/tari legong kraton, sekaa di Binoh yang dinakhodai Made Djesna Winada juga mulai meningkatkan kiprahnya dengan menata lagu pengambuhan yang sudah ada. Tampil dalam ajang PKB XXXIII, sekaa gong Pelegongan Banjar Binoh Kaja di bawah binaan Ketut Sujena menampilkan tabuh Pategak Jagul dan tabuh Pategak Wallis Santhi.


Selanjutnya Tari Legong Semarandhana di bawah pembina tari Anak Agung Susilawati dan Ni Nengah Ari Wijayani. Legong Semarandhana mengisahkan para Dewa sedang resah memikirkan situasi kekacauan tanpa sebab yang terjadi di kahyangan. Tanpa Batara Siwa, kekacauan tersebut tidak akan teratasi. Sang Bhagawan penasihat kahyangan segera mengutus Sanghyang Semara untuk membangunkan Batara Siwa dari tapa-nya. Dengan segala kekuatan dan kesaktian yang dimiliki, Sanghyang Semara berusaha untuk mengganggu tapa Batara Siwa namun tidak berhasil. Hanya ada satu cara yaitu kekuatan cinta dan kasih sayang. Maka bangunlah Batara Siwa dari tapa-nya. Beliau marah dan berubah wujud menyerupai Dewi Durga serta membakar Sanghyang Semara dengan Dewi Ratih dengan mata ketiganya. Abu mereka ditaburkan ke bumi, dan menitis pada setiap mahkluk hidup. Makna tertuang dalam tari Legong Semarandhana roh Sanghyang Semara memasuki jiwa laki-laki, sedangkan roh Dewi Ratih merasuki jiwa wanita. Pertemuan roh Dewa dan Dewi tersebut menyebabkan muncul rasa cinta dan rasa tertarik pada lawan jenis.

0 coment:

 
;